Minggu, 27 November 2016
Home »
MI Miftahul Ulum
» Nairatul Achkamiyah, Perempuan Inspiratif dari Kampung Sasar
Nairatul Achkamiyah, Perempuan Inspiratif dari Kampung Sasar
Lahir dan besar di perkampungan bernama Sasar. Kampung pelosok di ujung timur Madura, tepatnya Desa Kapedi Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep. Sejak kecil cinta dan peduli pada pendidikan. Kecintaan tersebut dibuktikan dengan tidak ragunya beliau menimba ilmu ke para alim yang setiap hari untuk menuntut ilmu beliau menempuh perjalanan kurang lebih 8 km dengan berjalan kaki.
Saat dewasa dan berkeluarga, atas dukungan suami beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang dinamai Miftahul Ulum. Lembaga tersebut menampung para muda mudi kampung Sasar untuk belajar. Mayoritas penduduk Sasar saat itu tidak melek pendidikan, karena yang jadi motivasi hidup mereka adalah bertani, bekerja dan mendapatkan uang sehingga tidak jarang penduduk Sasar yang tidak tuntas mengenyam pendidikan setingkat sekolah dasar. Melihat kenyataan demikian Nyi. Nairah, begitu beliau dikenal, pun menaruh perihatin dan oleh karenanya beliau mendirikan lembaga Miftahul Ulum tersebut.
Ny. Nairah sendiri tidak memiliki ijazah formal bahkan ijazash SD beliau tidak memilikinya. Namun beliau peduli akan pendidikan. Beliau belajar kepada para gurunya secara private bukan di lembaga formal. Kepeduliannya terhadap pendidikan penduduk Sasar khususnya, yang telah mengispirasi untuk mendirikan lembaga pendidikan dan tidak hanya itu lembaga tersebut mendapatkan surat ijin operasional dari kemenag.
Proses pendirian lembaga pendidikan Miftahul Ulum tidaklah berjalan lancar, banyak rintangan yang dihadapi termasuk proses legalisasi dari kemenag tersebab Nyi Nairah tidak memiliki ijazah pendidikan. Namun atas izin Allah yang maha kuasa, berdasar kemampuan dan luasnya keilmuan beliau yang disaksikan langsung oleh perwakilan kemenag saat itu dengan cara Nyi Nairah mempresentasikan (berpidato) di depan masyarakat dan itu didokumentasikan dalam bentuk video, maka kemudian keluarlah surat ijin operasional pendidikan. Saat itu, Miftahul Ulum menajdi satu-satunya lembaga pendidikan yang diakui oleh permerintah dan mendapat ijin menyelenggarakan pendidikan setingkat sekolah dasar di kampung Sasar. Jadilah lembaga tersebut kemudian bernama Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum.
Selain itu, beliau mengadakan dan membina langsung kumpulan (Madura: kompolan) pengajian kitab-kitab klasik yang membahas perkara kehidupan sehari-hari di kampung Sasar dan sekitarnya. Jadwalnya setiap hari, kecuali hari Rabu dan Sabtu.
Hingga sekarang di umurnya yang sudah menua (60-an) dan meski sambil menahan penyakit yang dideritanya, beliau tetap aktif berpartisipasi dalam proses pendidikan di Miftahul Ulum dan masyarkat Sasar. Ditambah beliau tetap aktif di keorganisasian Muslimat NU Sumenep.
Meski dengan fasilitas terbatas di Miftahul Ulum, semangat beliau tidak pernah kendor untuk peduli pendidikan. Kekurangan ruang belajar tidak pula membuatnya kehabisan cara. Rumah kediaman beliau pun difungsikan untuk ruang belajar mengajar.
Begitulah beliau membuktikan dan menunjukkan pada saya dan pemuda pemudi yang lainnya, bahwa siapa pun bisa melakukan sesuatu untuk orang lain, masyarakat, bangsa dan bahkan Negara, tidak terbatas hanya kerena dia belia, tua, perempuan, orang kampung dan tidak pula terbatas hanya karena tidak berijazah formal.
Semoga kesehatan selalu menyertai beliau. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar